Wednesday, April 17, 2013

Penetapan Kriteria Audit pada Inspektorat Jenderal

Sebagai kelanjutan tahapan audit yang dibahas pada posting sebelumnya, berikut saya sajikan contoh sederhana penetapan kriteria audit pada Inspektorat III Inspetorat Jenderal Kementerian Keuangan ( Indeks B3). 

Thursday, March 28, 2013

Identifikasi Area Kunci dalam Akuntansi Kinerja Sektor Pemerintahan

Identifikasi area kunci merupakan salah satu dari tahapan perencanaan awal dalam audit kinerja sektor pemerintah. Tahapan ini sangat vital, sebab secara langsung akan menentukan kualitas keseluruhan kegiatan pemeriksaan serta kualitas rekomendasi yang tercipta. Di bawah ini kami sajikan contoh sederhana kertas kerja audit dalam hal identifikasi area kunci :
https://www.dropbox.com/s/asz4sosc6kx88u8/AKIP%20Identifikasi%20Area%20Kunci.docx

Wednesday, March 13, 2013

Profil Inspektorat Jenderal

Inspektorat jenderal
Inspektorat jenderal (disingkat Itjen) adalah unsur pengawas pada kementerian yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan kementeriannya. Inspektorat jenderal dipimpin oleh seorang inspektur jenderal.

Dalam rangka pembenahan aparatur pemerintah pada awal berdirinya Orde Baru tahun 1966, berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 15/U/Kep/8/1966 tanggal 31 Agustus 1966 ditetapkan antara lain kedudukan, tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal Departemen. Pembentukan Institusi Inspektorat Jenderal pada suatu Departemen pada saat itu dilakukan sesuai kebutuhan. Dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 38/U/Kep/9/1966 tanggal 21 September 1966 dibentuk Inspektorat Jenderal pada delapan departemen termasuk Departemen Keuangan dan sekaligus mengangkat H.A.Pandelaki sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.

Masih dalam Kabinet Ampera, dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/Men.Keu/1967 tanggal 20 Juli 1967 ditetapkan (sambil menunggu pengesahan dari Presidium Kabinet Ampera), pembentukan Badan Alat Pelaksana Utama Pengawasan Departemen Keuangan yaitu Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan mengangkat Drs. Gandhi sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.

Memasuki masa Kabinet Pembangunan dengan Rencana Pembangunan Lima Tahunnya (Repelita), upaya penyempurnaan aparatur pemerintah baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah terus dilanjutkan. Pada awal pelaksanaan Repelita II tepatnya tanggal 26 Agustus 1974, terbit Keputusan Presiden Nomor 44 tahun 1974 tentang susunan Organisasi Departemen. Sebagai pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 44 dan 45 tahun 1974 di atas, diterbitkanlah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 405/KMK/6/1975 tanggal 16 April 1975 tentang Susunan Orgasnisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. Pasal 189 Keputusan Menteri Keuangan tersebut menetapkan susunan Organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan terdiri dari:

  1. Sekretariat Inspektorat Jenderal
  2. Inspektur Kepegawaian
  3. Inspektur Keuangan dan Perlengkapan
  4. Inspektur Pajak
  5. Inspektur Bea dan Cukai.

Dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-959/KMK.01/1981 tanggal 15 Oktober 1981, Susunan Organisasi Inspektorat Jenderal disempurnakan menjadi sebagai berikut:
  1. Sekretariat Inspektorat Jenderal
  2. Inspektur Kepegawaian
  3. Inspektur Keuangan
  4. Inspektur Perlengkapan
  5. Inspektur Pajak
  6. Inspektur Bea dan Cukai
  7. Inspektur Umum.

Salah satu peristiwa penting yang ikut mewarnai sejarah perkembangan Inspektorat Jenderal khususnya Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan adalah dibentuknya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 31 tahun 1983. perangkat/aparat BPKP pada umumnya berasal dari Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) yang merupakan salah satu unit/aparat pengawasan fungsional pemerintah di bawah Departemen Keuangan.


Dengan dileburnya DJPKN menjadi BPKP sebagai aparat pengawasan fungsional pemerintah di luar departemen, maka sebagaimana departemen lainnya Departemen Keuangan hanya memiliki satu aparat pengawasan fungsional yaitu Inspektorat Jenderal. Mengingat beban tugas semakin berat, dirasakan perlu adanya peninjauan kembali susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-800/KMK.01/1985 tanggal 28 September 1985 maka susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan disempurnakan kembali menjadi sebagai berikut:

  1. Sekretariat Inspektorat Jenderal
  2. Inspektur Kepegawaian
  3. Inspektur Keuangan
  4. Inspektur Perlengkapan
  5. Inspektur Anggaran
  6. Inspektur Pajak
  7. Inspektur Bea dan Cukai
  8. Inspektur Umum.

Pada Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara terdapat perubahan nomenklatur yang semula Departemen Keuangan menjadi Kementerian Keuangan. Penyesuaian terhadap Peraturan Presiden tersebut diselesaikan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkan. Memperhatikan bahwa peraturan Presiden ini ditetapkan tanggal 3 November 2009, maka perubahan nomenklatur Kementerian Keuangan diimplementasikan mulai tanggal 3 Mei 2010.

Awal tahun 2011, Kementerian Keuangan melakukan perubahan dalam formasi jajaran pejabat Eselon I dan Eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan. Salah satu pejabat yang dilantik adalah V. Sonny Loho, Ak., M.P.M. sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan yang baru, menggantikan Dr. Hekinus Manao, Ak., M.Acc., CGFM yang pada Nopember 2010 yang lalu dilantik sebagai salah satu Direktur Eksekutif Bank Dunia. Selain itu perubahan organisasi juga terjadi di Inspektorat Jenderal sejak kepemimpinan Bapak Dr. Hekinus Manao, Ak., M.Acc., CGFM. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 184/KMK.01/2010 maka susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan semakin dikukuhkan menjadi sebagai berikut:
  1. Sekretariat Inspektorat Jenderal
  2. Inspektorat I
  3. Inspektorat II
  4. Inspektorat III
  5. Inspektorat IV
  6. Inspektorat V
  7. Inspektorat VI
  8. Inspektorat VII
  9. Inspektorat Bidang Investigasi 


Inspektorat Bidang Investigasi 
Menurut  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Inspektorat Bidang Investigasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern, pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri, pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit investigasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya terhadap unsur Kementerian Keuangan, serta penyusunan laporan hasil pengawasan.

Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, Inspektorat Bidang Investigasi menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
  1. Penyusunan rencana strategis, kebijakan, rencana kinerja tahunan dan penetapan kinerja, dan program kerja yang terkait dengan tugas Inspektorat Bidang Investigasi;
  2. Koordinasi penanganan pengaduan masyarakat dan informasi dari media;
  3. Penanganan permintaan audit investigasi;
  4. Pelaksanaan dan pengendalian audit investigasi terhadap penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh unsur Kementerian Keuangan;
  5. Pelaksanaan kegiatan intelijen dan surveillance;
  6. Penyusunan dan penyampaian laporan audit investigasi serta laporan akuntabilitas kinerja Inspektorat Bidang Investigasi;
  7. Pemantauan dan penilaian tindak lanjut hasil audit investigasi;
  8. Koordinasi pelaksanaan perat serta dan kerja sama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan kejahatan keuangan yang berkaitan dengan unsur Kementerian Keuangan;
  9. Pelaksanaan sosialisasi kegiatan investigasi;
  10. Koordinasi pelaksanaan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan peraturan di lingkungan Kementerian Keuangan;
  11. Koordinasi pengawasan yang terkait dengan tugas  Inspektorat Bidang Investigasi;
  12. Pemberian keterangan ahli di persidangan;
  13. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi penegak hukum, permintaan informasi, dan pelimpahan kasus kepada Instansi Penegak Hukum; dan
  14. Pelaksanaan administrasi dan pelayanan teknis  Inspektorat Bidang Investigasi.

Struktur organisasi  Inspektorat Bidang Investigasi terdiri atas:
  1. Subbagian Tata Usaha
    Bertugas melakukan urusan administrasi dan pelayanan teknis pada  Inspektorat Bidang Investigasi.
  2. Kelompok Jabatan Fungsional

Sumber : http://id.wikipedia.org
                http://www.itjen.depkeu.go.id

Monday, February 25, 2013

Sekolah Tinggi Akuntasi Negara dari Sudut Pandang Kualitas Lulusan


Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) merupakan sebuah Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK) yang menghasilkan lulusan berkualifikasi siap kerja sejak tahun 1964. Dan pada akhirnya memperoleh dasar hukum tetap lewat Keputusan Presiden RI No.45 Tahun 1974 juncto Keputusan Presiden RI No. 12 Tahun 1967 serta dengan landasan hukum Peraturan Menteri Keuangan RI No. 1/PMK/1977 tangggal 18 Februari 1977. PTK yang bernaung di bawah kementerian keuangan ini mendidik mahasiswanya agar menjadi calon pegawai negeri sipil yang siap dan terbiasa menghadapi dunia kerja kementerian keuangan. Tidak hanya kualifikasi dalam bidang akademis, namun juga moral dan etika. Hal ini terbukti dari berbagai mata kuliah moral dan etika yang masuk sebagai salah satu mata kuliah di STAN.

Akhir-akhir ini terdapat berbagai isu terkait kualitas lulusan STAN, dikarenakan beberapa alumni STAN terjerat kasus korupsi. Kemudian adanya moratorium yang dilakukan oleh kementerian keuangan. Lalu adanya protes dan ketidaksetujuan berbagai pihak terkait  lulusan STAN memperoleh perlakuan istimewa dalam hal penempatan kerja. Faktor-faktor ini menjadi berbagai spekulasi penyebab STAN menunda penerimaan mahasiswa baru program D3 dalam 2 tahun terakhir, meskipun belum ada satupun yang meyakinkan dan pasti. Namun yang pasti, STAN mengalami berbagai perubahan dan para mahasiswa pun sampai saat ini masih belum tahu, bagaimana perubahan selanjutnya yang  akan terjadi terhadap perguruan tinggi ini.

Apabila dikaitkan dengan kinerja STAN sendiri, dan jika memang yang menjadi penyebab penundaan penerimaan mahasiswa baru ini adalah kualitas lulusan STAN, maka tentu saja perlu adanya berbagai perubahan. Dari sudut pandang audit kinerja, beberapa rekomendasi yang mungkin diajukan oleh auditor, diantaranya sebagai berikut :

1.    Diadakannya ujian tambahan setelah kelulusan, sehingga lulusan STAN tidak secara otomatis bekerja di bawah kemeterian keuangan, namun masih harus melalui ujian ini. Beberapa kabar dan rencana terkait ujian ini sepertinya sudah tersebar, dan para mahasiswa pun mulai menyiapkan diri untuk menghadapi ujian ini.
2.   Memperketat peraturan dan disiplin di kampus. Diantaranya menegakkan peraturan-peraturan dasar, baik akademis maupun non-akademis, sehingga lulusan STAN terbiasa untuk hidup disiplin dan bahkan “lebih “ disiplin lagi. Disiplin dalam jiwa dan sikap, agar nantinya mampu menjalankan amanah sebagai pegawai di lingkungan kerja. Hal ini pun nampaknya sudah mulai dilaksanakan di kampus. Diantaranya sebagai contoh adalah adanya pemeriksaan kartu tanda mahasiswa.
3.     Memperbaiki fasilitas kampus. STAN pun sebenarnya sudah melakukan hal ini, di antaranya sebagai contoh adalah perbaikan gedung, sanitasi, sound system, dan lain sebagainya. STAN sudah banyak berbenah dan masih dalam proses untuk terus berbenah, dalam rangka meningkatkan kualitas lulusannya.

Dengan kata lain, sebenarnya saat ini STAN sudah melakukan berbagai tindakan dan usaha nyata untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas lulusannya. Terlepas apakah memang ada masalah atau tidak pada kualitas lulusan, namun langkah-langkah untuk memperbaiki kualitas lulusan sudah dilakukan oleh sekretariat STAN. Dan jika memang tidak ada masalah pada kualitas lulusan, maka bukankah peningkatan kualitas selalu merupakan hal positif yang harus kita lakukan ? Dan dalam hal ini, tindakan yang dilakukan oleh STAN sudah mencerminkan tindakan perubahan dan usaha peningkatan kualitas yang patut kita dukung. Bila posisi kita sebagai salah seorang mahasiwa STAN, maka tentu saja dukungan bisa diwujudkan lewat mentaati peraturan yang berlaku dan terus memberikan masukan yang positif dalam berbagai kesempatan.  Dan bila kita sebagai pihak luar yang terus mengikuti perkembangan STAN, maka tentu saja dukungan bisa diwujudkan lewat kritik dan saran yang membangun, atau dengan mengubah pandangan dan citra kita terhadap perguruan tinggi ini, agar citra STAN dalam masyarakat luas tetap positif, dan pada akhirnya, terbangun kepercayaan terhadap kualitas lulusan STAN.

Tuesday, February 19, 2013

Sejarah Singkat Audit Kinerja Pemerintah/Publik di Indonesia

Sejarah Audit Sektor Kinerja Pemerintahan di Indonesia

Sektor publik merupakan sektor yang rumit, kompleks, dan sangat luas cakupan kegiatannya. Sektor ini merentang jauh mulai dari ekonomi, sosial, transportasi, jaminan sosial, dan lain sebagainya. Tak heran jika siklus ekonomi yang terjadi disini pun sangat besar nilainya. Oleh karena luasnya cakupan, besarnya nilai nominal, serta besarnya pengaruh sektor ini terhadap kesejahteraan masyarakat, maka dibutuhkan pengawasan yang memadai pula. Seperti yang kita ketahui bersama, akhir-akhir ini sektor publik mengalami krisis kepercayaan di kalangan masyarakat luas. Banyak tudingan-tudingan yang ditujukan kepada pemerintah terkait isu-isu korupsi, kolusi, nepotisme, inefisiensi, pemborosan keuangan negara, kurang maksimalnya pelayanan serta ketidaksesuaian dengan target yang diharapkan, dan masih banyak lagi. Namun pada dasarnya, semua tudingan tadi intinya cuma satu, yaitu menuntut pemerintah agar mampu menerapkan good governance. Salah satu jalan yang bisa ditempuh yaitu meningkatkan fungsi pengawasan. 


Di Indonesia, fungsi pengawasan ini dilakukan oleh APIP (Aparat Pengawasan Internal Pemerintah). Badan-badan inilah yang melakukan fungsi pengawasanterhadap lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia. Audit sektor publik sendiri ada 3(tiga) macam, meliputi audit keuangan (financial audit), audit kepatuhan (compliance audit), dan audit kinerja (performance audit). Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem keuangan dan pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi keuangan diotorisasi serta dicatat dengan benar. Audit kepatuhan bertujuan memastikan bahwa semua pengeluaran yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam audit ini terdapat prinsip kepatutan selain kepatuhan (Harry Suharto, 2002). Sedangkan yang terakhir, yaitu audit kinerja, terfokus pada pemeriksaan terhadap efektivitas dan kinerja lembaga pemerintah. Audit ini sama pentingnya terhadap dua macam audit sebelumnya, mengingat masyarakat membutuhkan keyakinan bahwa pemerintah bertugas dengan efktif dan efisien. Sementara, legitimasi pemerintah pada dasarnya berasal dari masyarakat. Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.  


Audit yang dilakukan dalam audit kinerja meliputi audit ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Audit ekonomi dan efisiensi disebut management audit atau operational audit, sedangkan audit efektivitas disebut program audit. Istilah lain untuk audit kinerja  (performance audit) adalah Value for Money Audit atau disingkat 3E’s audit (economy, efficiency and effectiveness audit). Penekanan kegiatan audit pada ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu organisasi memberikan ciri khusus yang membedakan audit kinerja dengan audit jenis lainnya.


APIP sendiri adalah instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi pengawasan yang terdiri atas: 
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang bertanggung jawab kepada Presiden
2.  Inspektorat Jenderal bertanggung jawab kepada Menteri
3. Inspektorat Pemerintah Provinsi yang bertanggun jawab kepada Gubernur
4. Inspektorat pemerintah Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Badan ini mengalami berbagai perubahan dan dinamika semenjak era kemerdekaan, sebagai berikut :

1. Djawatan Akuntan Negara (DAN)
   Dengan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936 secara eksplisit ditetapkan bahwa Djawatan Akuntan Negara (Regering Accountantsdienst) bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari berbagai perusahaan negara dan jawatan tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan aparat pengawasan pertama di Indonesia adalah Djawatan Akuntan Negara (DAN). Secara struktural DAN yang bertugas mengawasi pengelolaan perusahaan negara berada di bawah Thesauri Jenderal pada Kementerian Keuangan. DAN merupakan alat pemerintah yang bertugas melakukan semua pekerjaan akuntan bagi pemerintah atas semua departemen, jawatan, dan instansi di bawah kekuasaannya. Sementara itu fungsi pengawasan anggaran dilaksanakan oleh Thesauri Jenderal. 

2. Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan Negara (DDPKN)
Dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 239 Tahun 1966. Tugas DDPKN (dikenal kemudian sebagai DJPKN) meliputi pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, yang semula menjadi tugas DAN dan Thesauri Jenderal. DJPKN mempunyai tugas melaksanakan pengawasan seluruh pelaksanaan anggaran negara, anggaran daerah, dan badan usaha milik negara/daerah. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 1971 ini, khusus pada Departemen Keuangan, tugas Inspektorat Jendral dalam bidang pengawasan keuangan negara dilakukan oleh DJPKN.

3. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Dengan diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983. DJPKN ditransformasikan menjadi BPKP, sebuah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang BPKP adalah diperlukannya badan atau lembaga pengawasan yang dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi obyek pemeriksaannya. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah telah meletakkan struktur organisasi BPKP sesuai dengan proporsinya dalam konstelasi lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. BPKP dengan kedudukannya yang terlepas dari semua departemen atau lembaga sudah barang tentu dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.
Tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah,terakhir dengan Peraturan Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52 disebutkan, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.Inspektorat Jenderal
Keberadaan Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian dimulai dengan terbitnya Keputusan Presidium Kabinet Nomor 15 tahun 1966, yang mengharuskan adanya Inspektorat Jenderal pada setiap Departemen. Keputusan ini cukup strategis, mengingat kegiatan pengawasan di lingkungan Departemen Pertanian sebelumnya dilaksanakan oleh unit kerja Pembantu Menteri Pertanian bidang Perencanaan dan Pengawasan. Kebijakan tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan penerbitan Keppres Nomor 170 tahun 1967, dan Kepmentan Nomor Kep/37/5/1967 tanggal 31 Mei 1967 yang menetapkan Susunan Organisasi, Bidang Tugas dan Tata Kerja Inspektorat Jenderal Departemen Pertanian. Untuk mengabadikan momentum yang sangat bersejarah itu, tanggal 31 Mei 1967 diperingati sebagai hari berdirinya Inspektorat Jenderal Departemen Pertanian. 



C.Inspektorat Pemerintah Provinsi
Inspektorat provinsi berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada gubernur dan secara teknis administratif mendapat pembinaan dari sekretaris daerah provinsi. Tugasnya melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi, pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota. Instansi ini mempunyai fungsi utama :
·     1. Perencanaan program pengawasan.
·     2. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan.
·     3. Pemeriksaaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan.