Randomize
Wednesday, April 17, 2013
Penetapan Kriteria Audit pada Inspektorat Jenderal
Sebagai kelanjutan tahapan audit yang dibahas pada posting sebelumnya, berikut saya sajikan contoh sederhana penetapan kriteria audit pada Inspektorat III Inspetorat Jenderal Kementerian Keuangan ( Indeks B3).
Thursday, March 28, 2013
Identifikasi Area Kunci dalam Akuntansi Kinerja Sektor Pemerintahan
Identifikasi area kunci merupakan salah satu dari tahapan perencanaan awal dalam audit kinerja sektor pemerintah. Tahapan ini sangat vital, sebab secara langsung akan menentukan kualitas keseluruhan kegiatan pemeriksaan serta kualitas rekomendasi yang tercipta. Di bawah ini kami sajikan contoh sederhana kertas kerja audit dalam hal identifikasi area kunci :
https://www.dropbox.com/s/asz4sosc6kx88u8/AKIP%20Identifikasi%20Area%20Kunci.docx
Wednesday, March 13, 2013
Profil Inspektorat Jenderal
Inspektorat jenderal
Inspektorat jenderal (disingkat Itjen) adalah unsur pengawas pada kementerian yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan kementeriannya. Inspektorat jenderal dipimpin oleh seorang inspektur jenderal.
Dalam rangka pembenahan aparatur pemerintah pada awal berdirinya Orde Baru tahun 1966, berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 15/U/Kep/8/1966 tanggal 31 Agustus 1966 ditetapkan antara lain kedudukan, tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal Departemen. Pembentukan Institusi Inspektorat Jenderal pada suatu Departemen pada saat itu dilakukan sesuai kebutuhan. Dengan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 38/U/Kep/9/1966 tanggal 21 September 1966 dibentuk Inspektorat Jenderal pada delapan departemen termasuk Departemen Keuangan dan sekaligus mengangkat H.A.Pandelaki sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.
Masih dalam Kabinet Ampera, dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/Men.Keu/1967 tanggal 20 Juli 1967 ditetapkan (sambil menunggu pengesahan dari Presidium Kabinet Ampera), pembentukan Badan Alat Pelaksana Utama Pengawasan Departemen Keuangan yaitu Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan mengangkat Drs. Gandhi sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan.
Memasuki masa Kabinet Pembangunan dengan Rencana Pembangunan Lima Tahunnya (Repelita), upaya penyempurnaan aparatur pemerintah baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah terus dilanjutkan. Pada awal pelaksanaan Repelita II tepatnya tanggal 26 Agustus 1974, terbit Keputusan Presiden Nomor 44 tahun 1974 tentang susunan Organisasi Departemen. Sebagai pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 44 dan 45 tahun 1974 di atas, diterbitkanlah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 405/KMK/6/1975 tanggal 16 April 1975 tentang Susunan Orgasnisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. Pasal 189 Keputusan Menteri Keuangan tersebut menetapkan susunan Organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan terdiri dari:
- Sekretariat Inspektorat Jenderal
- Inspektur Kepegawaian
- Inspektur Keuangan dan Perlengkapan
- Inspektur Pajak
- Inspektur Bea dan Cukai.
Dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-959/KMK.01/1981 tanggal 15 Oktober 1981, Susunan Organisasi Inspektorat Jenderal disempurnakan menjadi sebagai berikut:
- Sekretariat Inspektorat Jenderal
- Inspektur Kepegawaian
- Inspektur Keuangan
- Inspektur Perlengkapan
- Inspektur Pajak
- Inspektur Bea dan Cukai
- Inspektur Umum.
Salah satu peristiwa penting yang ikut mewarnai sejarah perkembangan Inspektorat Jenderal khususnya Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan adalah dibentuknya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 31 tahun 1983. perangkat/aparat BPKP pada umumnya berasal dari Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) yang merupakan salah satu unit/aparat pengawasan fungsional pemerintah di bawah Departemen Keuangan.
Dengan dileburnya DJPKN menjadi BPKP sebagai aparat pengawasan fungsional pemerintah di luar departemen, maka sebagaimana departemen lainnya Departemen Keuangan hanya memiliki satu aparat pengawasan fungsional yaitu Inspektorat Jenderal. Mengingat beban tugas semakin berat, dirasakan perlu adanya peninjauan kembali susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep-800/KMK.01/1985 tanggal 28 September 1985 maka susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan disempurnakan kembali menjadi sebagai berikut:
- Sekretariat Inspektorat Jenderal
- Inspektur Kepegawaian
- Inspektur Keuangan
- Inspektur Perlengkapan
- Inspektur Anggaran
- Inspektur Pajak
- Inspektur Bea dan Cukai
- Inspektur Umum.
Pada Peraturan Presiden Nomor 47 tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara terdapat perubahan nomenklatur yang semula Departemen Keuangan menjadi Kementerian Keuangan. Penyesuaian terhadap Peraturan Presiden tersebut diselesaikan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkan. Memperhatikan bahwa peraturan Presiden ini ditetapkan tanggal 3 November 2009, maka perubahan nomenklatur Kementerian Keuangan diimplementasikan mulai tanggal 3 Mei 2010.
Awal tahun 2011, Kementerian Keuangan melakukan perubahan dalam formasi jajaran pejabat Eselon I dan Eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan. Salah satu pejabat yang dilantik adalah V. Sonny Loho, Ak., M.P.M. sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan yang baru, menggantikan Dr. Hekinus Manao, Ak., M.Acc., CGFM yang pada Nopember 2010 yang lalu dilantik sebagai salah satu Direktur Eksekutif Bank Dunia. Selain itu perubahan organisasi juga terjadi di Inspektorat Jenderal sejak kepemimpinan Bapak Dr. Hekinus Manao, Ak., M.Acc., CGFM. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 184/KMK.01/2010 maka susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan semakin dikukuhkan menjadi sebagai berikut:
- Sekretariat Inspektorat Jenderal
- Inspektorat I
- Inspektorat II
- Inspektorat III
- Inspektorat IV
- Inspektorat V
- Inspektorat VI
- Inspektorat VII
- Inspektorat Bidang Investigasi
Inspektorat Bidang Investigasi
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Inspektorat Bidang Investigasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan intern, pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri, pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan melalui audit investigasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya terhadap unsur Kementerian Keuangan, serta penyusunan laporan hasil pengawasan.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut, Inspektorat Bidang Investigasi menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
- Penyusunan rencana strategis, kebijakan, rencana kinerja tahunan dan penetapan kinerja, dan program kerja yang terkait dengan tugas Inspektorat Bidang Investigasi;
- Koordinasi penanganan pengaduan masyarakat dan informasi dari media;
- Penanganan permintaan audit investigasi;
- Pelaksanaan dan pengendalian audit investigasi terhadap penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh unsur Kementerian Keuangan;
- Pelaksanaan kegiatan intelijen dan surveillance;
- Penyusunan dan penyampaian laporan audit investigasi serta laporan akuntabilitas kinerja Inspektorat Bidang Investigasi;
- Pemantauan dan penilaian tindak lanjut hasil audit investigasi;
- Koordinasi pelaksanaan perat serta dan kerja sama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan kejahatan keuangan yang berkaitan dengan unsur Kementerian Keuangan;
- Pelaksanaan sosialisasi kegiatan investigasi;
- Koordinasi pelaksanaan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan peraturan di lingkungan Kementerian Keuangan;
- Koordinasi pengawasan yang terkait dengan tugas Inspektorat Bidang Investigasi;
- Pemberian keterangan ahli di persidangan;
- Pelaksanaan koordinasi dengan instansi penegak hukum, permintaan informasi, dan pelimpahan kasus kepada Instansi Penegak Hukum; dan
- Pelaksanaan administrasi dan pelayanan teknis Inspektorat Bidang Investigasi.
Struktur organisasi Inspektorat Bidang Investigasi terdiri atas:
- Subbagian Tata Usaha
Bertugas melakukan urusan administrasi dan pelayanan teknis pada Inspektorat Bidang Investigasi. - Kelompok Jabatan Fungsional
Sumber : http://id.wikipedia.org
http://www.itjen.depkeu.go.id
Monday, February 25, 2013
Sekolah Tinggi Akuntasi Negara dari Sudut Pandang Kualitas Lulusan
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) merupakan sebuah
Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK) yang menghasilkan lulusan berkualifikasi siap kerja
sejak tahun 1964. Dan pada akhirnya memperoleh dasar hukum tetap lewat Keputusan Presiden RI No.45 Tahun 1974 juncto Keputusan Presiden RI No. 12 Tahun 1967 serta dengan landasan hukum Peraturan Menteri Keuangan RI No. 1/PMK/1977 tangggal 18 Februari 1977. PTK yang bernaung di
bawah kementerian keuangan ini mendidik mahasiswanya agar menjadi calon pegawai
negeri sipil yang siap dan terbiasa menghadapi dunia kerja kementerian
keuangan. Tidak hanya kualifikasi dalam bidang akademis, namun juga moral dan
etika. Hal ini terbukti dari berbagai mata kuliah moral dan etika yang masuk
sebagai salah satu mata kuliah di STAN.
Akhir-akhir ini terdapat berbagai isu terkait kualitas
lulusan STAN, dikarenakan beberapa alumni STAN terjerat kasus korupsi. Kemudian
adanya moratorium yang dilakukan oleh kementerian keuangan. Lalu adanya protes
dan ketidaksetujuan berbagai pihak terkait lulusan STAN memperoleh perlakuan istimewa
dalam hal penempatan kerja. Faktor-faktor ini menjadi berbagai spekulasi
penyebab STAN menunda penerimaan mahasiswa baru program D3 dalam 2 tahun
terakhir, meskipun belum ada satupun yang meyakinkan dan pasti. Namun yang
pasti, STAN mengalami berbagai perubahan dan para mahasiswa pun sampai saat ini
masih belum tahu, bagaimana perubahan selanjutnya yang akan terjadi terhadap perguruan tinggi ini.
Apabila dikaitkan dengan kinerja STAN sendiri, dan jika
memang yang menjadi penyebab penundaan penerimaan mahasiswa baru ini adalah
kualitas lulusan STAN, maka tentu saja perlu adanya berbagai perubahan. Dari sudut
pandang audit kinerja, beberapa rekomendasi yang mungkin diajukan oleh auditor,
diantaranya sebagai berikut :
1. Diadakannya ujian tambahan setelah kelulusan,
sehingga lulusan STAN tidak secara otomatis bekerja di bawah kemeterian
keuangan, namun masih harus melalui ujian ini. Beberapa kabar dan rencana
terkait ujian ini sepertinya sudah tersebar, dan para mahasiswa pun mulai
menyiapkan diri untuk menghadapi ujian ini.
2. Memperketat peraturan dan disiplin di kampus. Diantaranya
menegakkan peraturan-peraturan dasar, baik akademis maupun non-akademis,
sehingga lulusan STAN terbiasa untuk hidup disiplin dan bahkan “lebih “
disiplin lagi. Disiplin dalam jiwa dan sikap, agar nantinya mampu menjalankan
amanah sebagai pegawai di lingkungan kerja. Hal ini pun nampaknya sudah mulai
dilaksanakan di kampus. Diantaranya sebagai contoh adalah adanya pemeriksaan kartu
tanda mahasiswa.
3. Memperbaiki fasilitas kampus. STAN pun
sebenarnya sudah melakukan hal ini, di antaranya sebagai contoh adalah perbaikan
gedung, sanitasi, sound system, dan
lain sebagainya. STAN sudah banyak berbenah dan masih dalam proses untuk terus
berbenah, dalam rangka meningkatkan kualitas lulusannya.
Dengan kata lain, sebenarnya saat ini STAN sudah melakukan
berbagai tindakan dan usaha nyata untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
lulusannya. Terlepas apakah memang ada masalah atau tidak pada kualitas lulusan,
namun langkah-langkah untuk memperbaiki kualitas lulusan sudah dilakukan oleh
sekretariat STAN. Dan jika memang tidak ada masalah pada kualitas lulusan, maka
bukankah peningkatan kualitas selalu merupakan hal positif yang harus kita
lakukan ? Dan dalam hal ini, tindakan yang dilakukan oleh STAN sudah
mencerminkan tindakan perubahan dan usaha peningkatan kualitas yang patut kita
dukung. Bila posisi kita sebagai salah seorang mahasiwa STAN, maka tentu saja
dukungan bisa diwujudkan lewat mentaati peraturan yang berlaku dan terus
memberikan masukan yang positif dalam berbagai kesempatan. Dan bila kita sebagai pihak luar yang terus
mengikuti perkembangan STAN, maka tentu saja dukungan bisa diwujudkan lewat
kritik dan saran yang membangun, atau dengan mengubah pandangan dan citra kita
terhadap perguruan tinggi ini, agar citra STAN dalam masyarakat luas tetap
positif, dan pada akhirnya, terbangun kepercayaan terhadap kualitas lulusan
STAN.
Tuesday, February 19, 2013
Sejarah Singkat Audit Kinerja Pemerintah/Publik di Indonesia
Sejarah
Audit Sektor Kinerja Pemerintahan di Indonesia
Sektor publik merupakan sektor yang rumit, kompleks, dan sangat luas
cakupan kegiatannya. Sektor ini merentang jauh mulai dari ekonomi, sosial,
transportasi, jaminan sosial, dan lain sebagainya. Tak heran jika siklus
ekonomi yang terjadi disini pun sangat besar nilainya. Oleh karena luasnya
cakupan, besarnya nilai nominal, serta besarnya pengaruh sektor
ini terhadap kesejahteraan masyarakat, maka dibutuhkan pengawasan yang
memadai pula. Seperti yang kita ketahui bersama, akhir-akhir ini sektor publik mengalami
krisis kepercayaan di kalangan masyarakat luas. Banyak tudingan-tudingan yang
ditujukan kepada pemerintah terkait isu-isu korupsi, kolusi, nepotisme,
inefisiensi, pemborosan keuangan negara, kurang maksimalnya pelayanan serta
ketidaksesuaian dengan target yang diharapkan, dan masih banyak lagi. Namun
pada dasarnya, semua tudingan tadi intinya cuma satu, yaitu menuntut pemerintah
agar mampu menerapkan good governance. Salah satu jalan yang
bisa ditempuh yaitu meningkatkan fungsi pengawasan.
Di Indonesia, fungsi pengawasan ini dilakukan oleh APIP (Aparat Pengawasan
Internal Pemerintah). Badan-badan inilah yang melakukan fungsi pengawasanterhadap
lembaga-lembaga pemerintahan di Indonesia. Audit sektor publik sendiri ada
3(tiga) macam, meliputi audit keuangan (financial audit), audit
kepatuhan (compliance audit), dan audit kinerja (performance
audit). Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem
keuangan dan pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi
keuangan diotorisasi serta dicatat dengan benar. Audit kepatuhan
bertujuan memastikan bahwa semua pengeluaran yang dilakukan sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Dalam audit ini terdapat prinsip kepatutan selain
kepatuhan (Harry Suharto, 2002). Sedangkan yang terakhir, yaitu audit kinerja,
terfokus pada pemeriksaan terhadap efektivitas dan kinerja lembaga pemerintah.
Audit ini sama pentingnya terhadap dua macam audit sebelumnya, mengingat
masyarakat membutuhkan keyakinan bahwa pemerintah bertugas dengan efktif dan
efisien. Sementara, legitimasi pemerintah pada dasarnya berasal dari
masyarakat. Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan
penilaian secara independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas
dalam pencapaian hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan,
peraturan dan hukum yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang
telah dicapai dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta
mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak pengguna
laporan tersebut.
Audit
yang dilakukan dalam audit kinerja meliputi audit ekonomi, efisiensi dan
efektivitas. Audit ekonomi dan efisiensi disebut management audit atau operational audit, sedangkan audit efektivitas disebut program audit. Istilah lain untuk audit kinerja (performance audit) adalah Value for Money Audit atau
disingkat 3E’s audit (economy, efficiency and
effectiveness audit). Penekanan
kegiatan audit pada ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu organisasi
memberikan ciri khusus yang membedakan audit kinerja dengan audit jenis lainnya.
APIP sendiri adalah instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi
pengawasan yang terdiri atas:
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) yang bertanggung jawab kepada Presiden
2. Inspektorat Jenderal bertanggung jawab
kepada Menteri
3. Inspektorat Pemerintah Provinsi yang
bertanggun jawab kepada Gubernur
4. Inspektorat pemerintah Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP)
Badan ini mengalami berbagai perubahan dan dinamika semenjak era
kemerdekaan, sebagai berikut :
1. Djawatan Akuntan Negara (DAN)
Dengan besluit Nomor 44 tanggal 31 Oktober 1936
secara eksplisit ditetapkan bahwa Djawatan Akuntan Negara (Regering
Accountantsdienst) bertugas melakukan penelitian terhadap pembukuan dari
berbagai perusahaan negara dan jawatan tertentu. Dengan demikian, dapat
dikatakan aparat pengawasan pertama di Indonesia adalah Djawatan Akuntan Negara
(DAN). Secara struktural DAN yang bertugas mengawasi pengelolaan perusahaan
negara berada di bawah Thesauri Jenderal pada Kementerian Keuangan. DAN
merupakan alat pemerintah yang bertugas melakukan semua pekerjaan akuntan bagi
pemerintah atas semua departemen, jawatan, dan instansi di bawah kekuasaannya.
Sementara itu fungsi pengawasan anggaran dilaksanakan oleh Thesauri Jenderal.
2. Direktorat Djendral Pengawasan Keuangan
Negara (DDPKN)
Dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 239
Tahun 1966. Tugas DDPKN (dikenal kemudian sebagai DJPKN) meliputi
pengawasan anggaran dan pengawasan badan usaha/jawatan, yang semula menjadi
tugas DAN dan Thesauri Jenderal. DJPKN mempunyai tugas melaksanakan
pengawasan seluruh pelaksanaan anggaran negara, anggaran daerah, dan badan
usaha milik negara/daerah. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 1971
ini, khusus pada Departemen Keuangan, tugas Inspektorat Jendral dalam bidang
pengawasan keuangan negara dilakukan oleh DJPKN.
3. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Dengan diterbitkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun
1983 tanggal 30 Mei 1983. DJPKN ditransformasikan menjadi BPKP, sebuah lembaga
pemerintah non departemen (LPND) yang berada di bawah dan bertanggung jawab
langsung kepada Presiden. Salah satu pertimbangan dikeluarkannya Keputusan
Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tentang BPKP adalah diperlukannya badan atau
lembaga pengawasan yang dapat melaksanakan fungsinya secara leluasa tanpa
mengalami kemungkinan hambatan dari unit organisasi pemerintah yang menjadi
obyek pemeriksaannya. Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 tersebut
menunjukkan bahwa Pemerintah telah meletakkan struktur organisasi BPKP sesuai
dengan proporsinya dalam konstelasi lembaga-lembaga Pemerintah yang ada. BPKP
dengan kedudukannya yang terlepas dari semua departemen atau lembaga sudah
barang tentu dapat melaksanakan fungsinya secara lebih baik dan obyektif.
Tahun 2001 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 103
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata
Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali
diubah,terakhir dengan Peraturan Presiden No 64 tahun 2005. Dalam Pasal 52
disebutkan, BPKP mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pengawasan keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B.Inspektorat
Jenderal
Keberadaan
Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian dimulai dengan terbitnya Keputusan
Presidium Kabinet Nomor 15 tahun 1966, yang mengharuskan adanya Inspektorat
Jenderal pada setiap Departemen. Keputusan ini cukup strategis, mengingat
kegiatan pengawasan di lingkungan Departemen Pertanian sebelumnya dilaksanakan
oleh unit kerja Pembantu Menteri Pertanian bidang Perencanaan dan Pengawasan. Kebijakan
tersebut selanjutnya ditindaklanjuti dengan penerbitan Keppres Nomor 170 tahun
1967, dan Kepmentan Nomor Kep/37/5/1967 tanggal 31 Mei 1967 yang menetapkan
Susunan Organisasi, Bidang Tugas dan Tata Kerja Inspektorat Jenderal Departemen
Pertanian. Untuk mengabadikan momentum yang sangat bersejarah itu, tanggal 31
Mei 1967 diperingati sebagai hari berdirinya Inspektorat Jenderal Departemen
Pertanian.
C.Inspektorat Pemerintah Provinsi
Inspektorat provinsi berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada gubernur dan secara teknis administratif mendapat
pembinaan dari sekretaris daerah provinsi. Tugasnya melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah provinsi, pelaksanaan
pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dan
pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota. Instansi
ini mempunyai fungsi utama :
· 1. Perencanaan program pengawasan.
· 2. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan.
· 3. Pemeriksaaan, pengusutan, pengujian dan penilaian
tugas pengawasan.
Subscribe to:
Posts (Atom)